Mahfud Ikhwan

Kambing dan Hujan

Miftahul Abrar tumbuh dalam tradisi Islam modern. Latar belakang itu tidak membuatnya ragu mencintai Nurul Fauzia yang merupakan anak seorang tokoh Islam tradisional. Namun, seagama tidak membuat hubungan mereka baik-baik saja. Perbedaan cara beribadah dan waktu hari raya serupa jembatas putus yang memisahkan keduanya, termasuk rencana pernikahan mereka.
Hubungan Mif dan Fauzia menjelma tegangan antara hasrat dan norma agama. Ketika cinta harus diperjuangkan melintasi jarak kultural yang rasanya hampir mustahil mereka lalui, Mif dan Fauzia justru menemukan sekelumit rahasia yang selama ini dikubur oleh ribuan prasangka. Rahasia itu akhirnya membawa mereka pada dua pilihan: percaya akan kekuatan cinta atau menyerah pada perbedaan yang memisahkan mereka.
[Mizan, Bentang Pustaka, Cinta, Budaya, Beda, Indonesia]
362 halaman cetak
Pemilik hak cipta
Mizan
Sudahkah Anda membacanya? Bagaimanakah menurut Anda?
👍👎

Kesan

  • lelimembagikan kesan5 tahun yang lalu

    Gilasii dari lama pengen baca novel ini, dan begitu kesampean baca, ceritanya benar benar sesuai ekspektasi. Konflik horisontal yang dihadirkan begitu renyah dan gaya penceritaan yang sangat menghibur, membuat apa yang harusnya terkesan berat tetap dapat diterima dengan mudah. Suka banget.

  • Bentang Pustakamembagikan kesan9 tahun yang lalu
    🚀Sangat menarik

    Novel yang indah, renyah, dan berisi.

  • indrabod22membagikan kesan5 tahun yang lalu
    👍Layak dibaca

    Sebuah cerita yang menggelitik rasa dan menggunjingkan nalar pembaca. Indah rangkaian runutannya, seru gejolak dramanya, tajam gambaran latarnya, jenaka perbincangan tokohnya, dalam makna siratnya. Layak dan cerdas.

Kutipan

  • Yulaika Widhiastutimembuat kutipan9 tahun yang lalu
    “Tidak. Jangan, Nak. Jangan membongkar barang lama jika debunya membuat banyak orang terbatuk.”
    “Kita akan membersihkan debunya, Pak. Siapa tahu kita menemukan barang berharga. Lagi pula, batuk tidaklah membunuh.”
  • ririn rosa putrimembuat kutipantahun lalu
    “Jika cukup dengan mengajak, kenapa harus memerintah? Aku tak suka memerintah, bahkan terhadap istriku sendiri.”
  • Trimembuat kutipantahun lalu
    “Tapi, apakah artinya persatuan yang dibangun tidak dalam kebaikan dan ketakwaan? Bukankah Allah hanya menganjurkan persatuan dalam kebaikan dan ketakwaan dan bukannya untuk dosa dan kerusakan. Ta’aawanuu ‘alal birri wattaqwa walaa ta’aawanu ‘alal istmi wal udzwan, bukan begitu?”

Di rak buku

fb2epub
Seret dan letakkan file Anda (maksimal 5 sekaligus)