Buku
Rick Riordan

Magnus Chase and the Gods of Asgard #1. The Sword of Summer

  • b7187250117membuat kutipan3 tahun yang lalu
    Selamat Pagi, Sebentar Lagi Kau Mati!
    Yeah, aku tahu, kau ingin membaca cerita tentang caraku mati mengenaskan, ya? Lalu kau akan bereaksi seperti,“Wow! Kedengarannya keren, Magnus! Boleh aku mati mengenaskan juga?”

    Tidak boleh. Pokoknya jangan.

    Jangan melompat dari atap. Jangan lari ke tengah jalan raya atau membakar diri sendiri. Bukan begitu caranya. Kau tak akan mencapai tempat yang kucapai.

    Lagi pula, kau tentu tidak mau menghadapi situasi seperti yang kualami. Kecuali kau menyimpan hasrat sinting untuk melihat para pendekar zombie yang saling bacok, pedang-pedang yang terlempar ke hidung para raksasa, dan kurcaci-kurcaci hitam berpakaian perlente, sekadar mempertimbangkan untuk mencari pintu berhiaskan kepala serigala pun jangan.

    Namaku Magnus Chase. Umurku enam belas tahun. Inilah kisah tentang kehidupanku yang kian terpuruk setelah aku tewas.

    Hari tersebut mulanya biasa-biasa saja. Aku sedang tidur di trotoar di bawah jembatan di Public Garden ketika seorang laki-laki menendangku sampai terbangun dan berkata, “Mereka memburumu.”

    Omong-omong, sudah dua tahun aku menjadi gelandangan.

    Sebagian orang barangkali berpikir, Aduh, kasihan. Yang lain barangkali berpikir, Ha, ha, ha, dasar pecundang! Tapi kalau ada yang melihatku di jalanan, 99 persen orang bakal melewatiku begitu saja seolah-olah aku ini tak kasatmata. Kau niscaya berdoa, Moga-moga dia tidak meminta uang dariku. Kau mungkin juga bertanya-tanya apakah umurku lebih tua daripada kelihatannya, sebab anak belasan tahun tidak semestinya bergelung di dalam kantong tidur tua yang bau, menggelandang saat musim dingin di Boston. Semestinya ada yang menolong bocah malang itu!

    Kemudian, kau akan jalan terus.

    Terserah. Aku tidak butuh simpati siapa pun. Aku sudah terbiasa ditertawai. Aku juga sudah terbiasa diabaikan. Lanjut.

    Yang membangunkanku adalah lelaki tunawisma bernama Blitz. Seperti biasa, penampilannya seperti orang yang baru diterpa angin topan kotor. Sobekan kertas dan ranting tersangkut di rambut hitam lepeknya. Wajahnya sewarna pelana kulit dan bebercak putih-putih karena dilumuri es. Salju beku menempel di bagian bawah mantelnya yang kepanjangan, sebab Blitz tidak terlalu tinggi, hanya sekitar 165 cm. Pupil matanya begitu lebar sampai-sampai irisnya nyaris tidak kelihatan. Karena ekspresinya yang senantiasa waswas, Blitz terkes‍
  • b1884791306membuat kutipan3 tahun yang lalu
    Lelaki Berkutang Logam
fb2epub
Seret dan letakkan file Anda (maksimal 5 sekaligus)