Dee Lestari

Kesatria, Putri, & Bintang Jatuh

Beri tahu saya ketika buku ditambahkan
Untuk membaca buku ini unggah file EPUB atau FB2 ke Bookmate. Bagaimana cara mengunggah buku?
  • Windiyani Ladoimembuat kutipan7 tahun yang lalu
    “Jakarta. Aku setuju. Kota ini biangnya dualisme. Antara ingin Timur dan berlagak Timur, sembari terdesak habis oleh Barat sekaligus paling keras mengutuk-ngutuk
  • Windiyani Ladoimembuat kutipan7 tahun yang lalu
    “Bahwa kebenaran yang utuh baru kamu dapatkan setelah melihat kedua sisi cermin kehidupan. Tidak cuma sebelah. Dan, cermin itu sangat dekat.”
  • Farid Darmawanmembuat kutipan4 tahun yang lalu
    kebenaran yang utuh baru kamu dapatkan setelah melihat kedua sisi cermin kehidupan. Tidak cuma sebelah. Dan, cermin itu sangat dekat.”
  • Wrajasa152membuat kutipan4 tahun yang lalu
    Kesatria jatuh cinta pada putri bungsu

    dari Kerajaan Bidadari.

    Sang Putri naik ke langit.

    Kesatria kebingungan.

    Kesatria pintar naik kuda dan bermain pedang,

    tapi tidak tahu caranya terbang.

    Kesatria keluar dari kastel untuk belajar terbang

    pada kupu-kupu.

    Tetapi, kupu-kupu hanya bisa menempatkannya

    di pucuk pohon.

    Kesatria lalu belajar pada burung gereja.

    Burung gereja hanya mampu mengajarinya

    sampai ke atas menara.

    Kesatria kemudian berguru pada burung elang.

    Burung elang hanya mampu membawanya

    ke puncak gunung.

    Tak ada unggas bersayap yang mampu terbang

    lebih tinggi lagi.

    Kesatria sedih, tapi tak putus asa.

    Kesatria memohon pada angin.

    Angin mengajarinya berkeliling mengitari bumi,

    lebih tinggi dari gunung dan awan.

    Namun, sang Putri masih jauh di awang-awang,

    dan tak ada angin yang mampu menusuk langit.

    Kesatria sedih dan kali ini ia putus asa.

    Sampai satu malam, ada Bintang Jatuh yang berhenti mendengar tangis dukanya.

    Ia menawari Kesatria untuk mampu melesat

    secepat cahaya.

    Melesat lebih cepat dari kilat dan setinggi sejuta langit dijadikan satu.

    Namun, kalau Kesatria tak mampu mendarat tepat

    di Putrinya, ia akan mati.

    Hancur dalam kecepatan yang membahayakan,

    menjadi serbuk yang membedaki langit, dan tamat.

    Kesatria setuju. Ia relakan seluruh kepercayaannya pada Bintang Jatuh menjadi sebuah nyawa.

    Dan, ia relakan nyawa itu bergantung hanya pada

    serpih detik yang mematikan.

    Bintang Jatuh menggenggam tangannya. “Inilah

    perjalanan sebuah cinta sejati,” ia berbisik,

    “tutuplah matamu, Kesatria. Katakan untuk berhenti begitu hatimu merasakan keberadaannya.”

    Melesatlah mereka berdua. Dingin yang tak terhingga serasa merobek hati Kesatria mungil,

    tapi hangat jiwanya diterangi rasa cinta.

    Dan, ia merasakannya. “Berhenti!”

    Bintang Jatuh melongok ke bawah,

    dan ia pun melihat sesosok putri cantik yang kesepian.

    Bersinar bagaikan gugus Orion di tengah

    kelamnya galaksi.

    Ia pun jatuh hati.

    Dilepaskannya genggaman itu. Sewujud nyawa

    yang terbentuk atas cinta dan percaya.

    Kesatria melesat menuju kehancuran.

    Sementara sang Bintang mendarat turun

    untuk dapatkan sang Putri.

    Kesatria yang malang.

    Sebagai balasannya, di langit kutub dilukiskan aurora.

    Untuk mengenang kehalusan dan

    ketulusan hati Kesatria
  • ꦤꦝꦶꦫꦧꦶꦤ꧀ꦗꦺꦴꦲꦸmembuat kutipan6 tahun yang lalu
    Kamu bisa bayangkan apa rasanya ketika statusmu bagaikan penjara dan tempat tidurmu adalah neraka?”
    “Mendadak surgamu jadi supersimpel. Cukup satu ‘halo’ di telepon, atau satu ‘hai’ di tengah keramaian,”
  • Rahma Dwi Khairinamembuat kutipan7 tahun yang lalu
    Satu pelajaran baru didapatnya: Tuhan berbicara lewat banyak hal, banyak mulut, dan banyak peristiwa.
  • Rahma Dwi Khairinamembuat kutipan7 tahun yang lalu
    “Bahwa kebenaran yang utuh baru kamu dapatkan setelah melihat kedua sisi cermin kehidupan. Tidak cuma sebelah. Dan, cermin itu sangat dekat.”
  • ygmmembuat kutipan7 tahun yang lalu
    Romantisme itu cuma metafora, dan metafora adalah saput yang melapisi inti kebenaran.”
  • ygmmembuat kutipan7 tahun yang lalu
    Satu pertanyaanku, Dimas. Kalau mati dan hidup cuma pengalaman, berarti di manakah kita waktu tidak menjalani keduanya?”
    “Bersama Yang Tak Pernah Hidup dan Tak Pernah Mati.”
    Reuben tersenyum lebar. “Itu kalimat terindah yang kudengar hari ini.”
  • b2252896635membuat kutipan7 tahun yang lalu
    Bifurkasi itu adalah momen yang mengkristal. Kamu nggak bisa kembali ke sana, tapi ia selamanya ada dalam kekekalan.”
fb2epub
Seret dan letakkan file Anda (maksimal 5 sekaligus)