kami berpikir, dianggap subversif. Kalau kami belajar memahami persoalan, diawasi intel. Kalau kami membicarakan kebaikan, dianggap pemberontak. Padahal, telinga kami sudah hampir tuli setiap saat mendengarkan ratusan berita yang mencerminkan bahwa dunia ini makin pincang. Kepala kami pusing oleh kemunafikan yang dibikin megah dan tampak luhur. Oleh kepandaian yang busuk. Oleh kepintaran yang bodoh. Oleh kemajuan yang makin bergantung pada kebergantungan. Oleh Tanam Paksa Kontemporer. Oleh hijrah paksa ratusan atau ribuan keluarga demi bendungan atau pariwisata atau pabrik-pabrik atau listrik dan golongan menengah masyarakat. Atau, oleh mobilisasi budak dan amtenar sejak taman kanak-kanak. Atau, bahkan oleh kata-kata klise sehari-hari, seperti kemiskinan struktural, kontinuasi politik dan ekonomi kolonial, termasuk juga demokrasi pupur atau berita aneh sosialisasi ludruk.