kemanusiaan”-lah dia kembali ke rumah ini. Menolak segala bentuk penyelewengan, penyimpangan, keserakahan, dan kesombongan sebagai akibat ketidaktahuan. Terlebih, pada satu setan yang mengambil rupa: korupsi.
Kejujuran adalah mempelai hati nurani.
Suatu hari nanti, jika usia membatasi geraknya di dunia ini dan dia sudah tiba di titik penghabisan perjalanan, mung-kin dia hanya ingin dikenang sebagai sebuah kesunyian. Sebagaimana kesenyapan pematang dekat rumahnya di Aur Tajungkang yang telah menumbuhkan bernas serumpun padi. Ya, kesunyian.
Karena aku adalah manusia biasa. Aku juga orang yang bisa berduka.
Hatta jujur mengakui. Dari rumah inilah cerita kecewanya mengalir deras. Sejarah lukany