Jefri Deniawanmembuat kutipan8 tahun yang lalu
anak saya sebaikbaiknya, begitu ia berani memutuskan untuk menikah, saya segera melakukan “training” intensif kepada anak lelaki saya tersebut. Ada lima aspek yang saya siapkan: mental, finansial, spiritual, leadership, dan lingkungan. Hal pertama yang saya sam-paikan,“Lelaki adalah pemimpin bagi wanita.” Seorang pemimpin harus punya kelebihan, setidaknya dalam tiga hal: ibadah, nafkah, dan ilmu. Kami sering diskusi bagaimana seorang suami memuliakan istri, bagaimana agar rumah tangga happy setiap hari, dan bagaimana pula kelak menghadapi konflik yang terjadi dalam rumah tangga.
Untuk mempersiapkan mental dan leadership, saya minta anak saya membuat program khusus untuk mengembangkan adik-adiknya sebagai laboratorium pembelajaran. Berlatih bagaimana menghadapi anak, berlatih bagaimana membangun kekompakan keluarga. Penugasan-penugasan ini, selain melatih myelin atau otot anak saya, juga meringankan beban saya mendidik anak-anak yang lebih kecil.
Hasilnya memang terlihat nyata, adik-adiknya mengalami percepatan pengembangan emosi, spiritual, kedisiplinan, kreativitas, dan keinginan untuk belajar. Saya baru mengerti pesan Nabi Saw., “Didiklah anak-anakmu sesuai zamannya.” Bahasa yang digunakan Asa lebih mudah dipahami oleh adik-adiknya dibandingkan dengan bahasa saya. Zaman berbeda, bahasa dan gaya komunikasi ternyata juga berbeda, Bro. Anak-anak yang kecil lebih mudah berkomunikasi dengan kakaknya dibandingkan dengan orangtuanya. Saya pun akhirnya dapat ilmu berkomunikasi dengan mereka. Woles, Coy. Hehehe.
Secara finansial, saya meminta anak saya membuka bisnis dan terjun langsung sembari terus belajar bisnis dengan orang lain yang bergerak di bisnis sejenis. Saya diskusi intensif tentang bisnis hampir setiap hari. Ia belajar dengan para guru bisnis, bahkan rela menginap di rumah sang guru selama beberapa hari. Saat hasil diskusi saya dengan guru bisnisnya berbeda, ia belajar memutuskan sendiri mana yang harus dipilih atau ia sendiri yang harus memformulasikan hal baru yang akan diputuskan. Hidupnya menjadi lebih dinamis. Nyalinya menjadi terasah.
Apakah selalu menyenangkan? Tidak, terkadang tiba-tiba Asa memeluk saya sambil berkata,“Ternyata mencari uang itu berat, ya, Pak. Maaf, ya, selama ini saya sangat merepotkan Bapak.” Saat situasi seperti ini, tugas saya memotivasinya. Pernah juga suatu ketika tiba-tiba ia ketuk kamar saya. Ia meminta izin dan kemudian berbaring sambil memeluk saya dan mengadu, “Pak, ternyata bisnis tak semudah yang disampaikan dalam pelatihan, ya.” Kami pun tertawa bersama.
Namun, sebagai seorang pebisnis yang pernah jatuh-bangun, saya sangat yakin bahwa bisnis yang dijalankan anak saya akan terus berkembang melebihi bisnis orangtuanya. Tanda-tandanya sudah mulai tampak. Saya sangat yakin dengan bisnis yang dijalaninya tersebut, ia akan mampu memanjakan istrinya dan memberi fasilitas terbaik untuk anak-anaknya.
Sementara secara spiritual, selain kami sering diskusi intensif dan menambah ritual ibadah di rumah, saya juga mencarikan guru spiritual yang tepat buat anak saya. Dari guru spiritualnya ini pula relasi bisnis anak saya terus bertambah.Yang membuat saya senang, pemahaman bahwa agama bukan hanya urusan ibadah ritual semakin mengkristal dalam dirinya. Dalam bisnis yang dijalani, ia sudah berkomitmen tidak menggunakan caracara kotor yang bertentangan dengan ajaran agama. Ia juga berkomitmen membangun rumah tahfizh di setiap kompleks perumahan yang ia bangun. Di rumah tahfizh ini para santri akan menghafal Al-Quran dalam waktu delapan bulan dengan metode STIFIn (yang dipopulerkan oleh calon mertuanya). Ya Allah, semoga anakku istiqamah berpegang pada ajaran agama-Mu hingga embusan napas terakhirnya.
Selain guru spiritual, Asa juga saya carikan coach dan mentor yang bisa membimbing bisnisnya. Saya dorong ia untuk menyerap ilmu dan mengabdi total kepada coach dan mentornya tersebut. Ilmu akan berkah bila sang murid memiliki etika saat belajar. Ilmu akan semakin berkah bila rasa hormat yang tulus seorang murid kepada gurunya terjaga sepanjang masa. Saya pun mendorong agar Asa sering berdikusi dengan calon bapak mertuanya yang memang ahli dalam melahirkan kader (orang hebat).
Untuk melejitkan mental dan kemampuannya, saya mengajak Asa ke acara-acara, baik formal maupun nonformal, agar ia bisa banyak belajar dari sahabat-sahabat saya. Saya pun membantunya bergaul secara aktif dengan komunitas-komunitas yang positif, produktif, dan kontributif. Menariknya, semakin banyak ia bergaul dengan orang-orang yang lebih senior, gairahnya semakin bergelora. Sebagai anak muda, tentu ia tetap bergaul dengan anak-anak seangkatannya, khususnya yang memiliki visi dan cara pandang yang tidak jauh berbeda.
Dalam waktu tertentu, kami diskusi tentang apa yang sudah dijalaninya, mengevaluasi dan merencanakan strategi dan aksi selanjutnya. Sentuhan dari mama dan ibunya juga menghiasai perjalanan Asa dalam menyiapkan hari pernikahan. Saya pun mendorong agar Asa sering berdiskusi dengan calon ibu mertuanya. Saya berharap perpaduan sentuhan dari berbagai pihak memberikan fondasi yang kuat untuk bekal Asa memimpin rumah tangganya.
Cukup, ya, ceritanya. Kami ingin melanjutkan uraian bagaimana bentuk dukungan kami kepada putra-putri kami. Setelah menyiapkan masing-masing secara mandiri, kami juga memberi panduan dan langkah sederhana untuk mereka berdua.
Pertama, perbanyak energi cinta di rumah tangga. Ketahuilah, energi cinta akan melimpah di rumah bila kalian mau berkeringat, mau saling berlapang dada, dan rela berkorban. Milikilah mental to give yang besar kepada pasangan hidupmu. Jauhi mental to get, di mana kalian banyak menuntut dan meminta. Bila to get telah merasuki kalian, kehidupan kalian akan semakin sulit dan hati kalian akan sering merasakan sakit.
Kedua, jangan hidup bersama kami. Sebelum akad nikah, kami sudah meminta Asa, selaku calon kepala rumah tangga, untuk mencari rumah sendiri. Sungguh tak baik bila sudah menikah masih tinggal satu rumah dengan orangtua. Lebih baik mengontrak di rumah kecil tapi mandiri dibandingkan dengan hidup bersama kami. Kepada Asa, kami sudah berpesan, “Jangan sampai kamu beli rumah dari orang lain. Pengusaha properti harus buat rumah sendiri.”
Ketiga, kalian adalah pakaian bagi pasangan. Salah satu fungsi pakaian adalah menutupi bagian yang harus ditutup. Suami harus menutup aib dan kelemahan istri, begitu pula sebaliknya. Fungsi pakaian yang lain adalah mempercantik atau memperindah bagi yang memakainya. Tugas kalianlah untuk saling mendukung satu sama lain, saling menguatkan, dan saling menghebatkan

noted

  • Gabung atau masuk untuk berkomentar
    fb2epub
    Seret dan letakkan file Anda (maksimal 5 sekaligus)