id

Ahmad Tohari

  • Jessemembuat kutipantahun lalu
    Bagi Bunek segala masalah boleh dihadapi dengan tertawa, bahkan dengan latah yang cabul.
  • Jessemembuat kutipantahun lalu
    Siapa menerima uang harus mau kehilangan sesuatu sebagai penukarnya.
  • Jessemembuat kutipantahun lalu
    Bahwa tak ada pemberian tanpa menuntut imbalan. Dan siapa mau menerima harus mau pula memberi.
  • Jessemembuat kutipantahun lalu
    Bila kita anggap sulit, sulitlah hidup ini. Bila kita anggap menyenangkan, senanglah hidup ini.
  • Mohamad Istihorimembuat kutipan2 bulan yang lalu
    nrima ngalah luhur wekasane, orang yang mengalah akan dihormati pada akhirnya
  • Andriarianimembuat kutipantahun lalu
    “Tetapi cukuplah; senyum adalah tanda keramahan yang sangat berharga bagiku.
  • Ardanitvmembuat kutipan2 tahun yang lalu
    Episode 1
    Dia tampak amat canggung dan gamang. Gerak-geriknya serba kikuk sehingga mengundang rasa kasihan. Kepada Komandan, Karman membungkuk berlebihan. Kemudian dia mundur beberapa langkah, lalu berbalik. Kertas-kertas itu dipegangnya dengan hati-hati, tetapi tangannya bergetar. Karman merasa yakin seluruh dirinya ikut terlipat bersama surat-surat tanda pembebasannya itu. Bahkan pada saat itu Karman merasa totalitas dirinya tidak semahal apa yang kini berada dalam genggamannya.

    Sampai di dekat pintu keluar, Karman kembali gagap dan tertegun. Menoleh ke kiri dan kanan seakan ia merasa sedang ditonton oleh seribu pasang mata. Akhirnya, dengan kaki gemetar ia melangkah menuruni tangga gedung Markas Komando Distrik Militer itu.

    Terik matahari langsung menyiram tubuhnya begitu Karman mencapai tempat terbuka di halaman gedung. Panas. Rumput dan tanaman hias yang tak terawat tampak kusam dan layu. Banyak daun dan rantingnya yang kering dan mati. Debu mengepul mengikuti langkah-langkah letaki yang baru datang dari Pulau B itu.

    Dari jauh Karman melihat lapisan aspal jalan raya memantulkan fatamorgana. Atap seng gedung olahraga di seberang jalan itu berbinar karena terpanggang panas matahari.

    Karena kegamangan belum sepenuhnya hilang, Karman berhenti di dekat tonggak pintu halaman. Tubuhnya terpayungi oleh bayang pohon waru yang daun-daunnya putih karena debu. Karman makin terpana. Dua belas tahun yang lalu suasana tak seramai itu. Mobil-mobil, sepeda motor, dan kendaraan lain saling berlari serabutan. Anak-anak sekolah membentuk kelompok-kelompok di atas sepeda masing-masing. Mereka bergurau sambil mengayuh sepeda. Dan semua bersepatu serta berpakaian baik, sangat berbeda dengan keadaan ketika Karman belum terbuang selama dua belas tahun di Pulau B.

    Karman masih terpaku di tempatnya. Kedua matanya disipitkan. Dilihatnya banyak gedung baru bermunculan. Gedung-gedung lama dipugar atau diganti sama sekali. Oh, kota kabupaten ini benar-benar sudah berubah, pikirnya. Dan anehnya perubahan yang tampak merata di depan mata itu membuat Karman merasa makin terasing. Sangat jelas terasakan ada garis pemisah yang tajam antara dirinya dengan alam sekitar. Ia merasa tidak menjadi bagian dari bumi dan lingkungan yang sedang dipijaknya. Karman merasa dirinya begitu kecil; bukan apa-apa. Semut pun bukan. “Ya,
  • Rahmat Harismembuat kutipan2 tahun yang lalu
    Sebelum datang kematian, setiap orang akan mengalami satu di antara tiga cobaan; sulit mendapat rezeki, kesehatan yang buruk, dan hilangnya orang-orang terdekat.
  • jmembuat kutipan23 hari yang lalu
    “Ya, tentu saja. Aku kan hanya seorang bekas Tapol, tahanan politik!"

    hisfic enthusiast ⭐____⭐

  • jmembuat kutipan23 hari yang lalu
    Bila kau dapat menyingkirkan angan-angan untuk berputus asa, kau akan sampai pada jalan yang terbaik.
fb2epub
Seret dan letakkan file Anda (maksimal 5 sekaligus)